1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Iklim Bahayakan Hidup Anak-Anak

22 Desember 2023

Organisasi Jerman Caritas memperingatkan bahwa anak-anak adalah kaum yang paling menderita akibat krisis iklim. Bersama para ahli organisasi itu berusaha mencari solusi, dan bertanya pula kepada anak-anak.

https://p.dw.com/p/4aTwb
Indonesien Trockenheit auf Java
Foto: Dasril Roszandi/AA/picture alliance

"Saya pikir, terlalu sedikit orang berusaha melindungi iklim, banyak yang berbicara tapi terlalu sedikit yang dilakukan." Begitu kata Laura (16), Veronika (13), Luca (11) und Jimmi (11). Mereka datang ke kota Frankfurt dari Berghäusle, sebuah instansi pertolongan bagi remaja di negara bagian Bayern.

Mereka berbicara dalam rangka hari "Krisis Iklim sebagai Ancaman terhadap Hak Anak-Anak" yang diadakan organisasi Katolik Caritas November lalu, di depan 120 orang dewasa yang berkecimpung dalam bidang perlindungan bagi anak-anak dan remaja. Mereka memberikan informasi dan berdiskusi tentang akibat buruk krisis iklim terhadap anak-anak. Juga tentang kesehatan, kekhawatiran akan iklim dan hak anak-anak.  2023 kemungkinan besar akan jadi tahun terpanas yang tercatat selama ini.

Krisis berdampak lebih buruk terhadap orang miskin dan anak-anak

Organisasi Caritas sangat aktif di bidang perlindungan iklim karena politik iklim adalah masalah sosial. Demikian ditekankan Astrid Schaffert, kepala bagian Politik Iklim Sosial pada Caritas. "Orang-orang yang berpenghasilan rendah bukanlah yang menyebabkan krisis iklim. Tapi dilihat secara global, juga di Jerman, merekalah yang paling menderita akibat krisis iklim." Mereka biasanya tinggal dekat jalan-jalan yang ramai dan dipenuhi gas buangan, juga kurang area hijau, atau di bangunan dengan iklim tidak menguntungkan saat musim panas.

Fachtag der Caritas "Klimakrise als Gefährdung der Kinderrechte" | Astrid Schaffert, Referentin für soziale Klimapolitik
Astrid Schaffert bertanggungjawab mengurus bidang politik iklim pada organisasi CaritasFoto: Liane Muth/Deutscher Caritasverband e.V.

Selain itu, politik iklim Jerman selama ini tidak adil. Pajak emisi CO2 misalnya lebih membebani orang-orang dengan pendapatan rendah daripada yang berpendapatan lebih besar, karena mereka harus memberikan lebih banyak bagian pendapatan mereka bagi energi dan pemanas.

Anak-anak sekarangpun sudah menderita akibat krisis iklim, kata Schaffert. Tubuh mereka tidak bisa mengontrol suhu tinggi dengan baik. Dia memperingatkan, kalau anak-anak yang sekarang berusia 10 tahun, nanti berusia 30, 40 dan 50 tahun, suhu bumi akan semakin bertambah. Ditambah lagi dengan cuaca ekstrem berupa panas, kemarau atau banjir. Hak anak-anak adalah hak untuk berkembang di dalam lingkungan yang masih utuh.

Tanggung jawab di tangan orang dewasa

"Saya khawatir, nantinya tidak bisa main bola lagi", kata Luca. Latihan kerap dibatalkan karena suhu terlalu tinggi. "Dan saya tidak suka kalau tanaman mati, dan musim panas begitu panasnya sampai orang kulitnya terbakar dengan mudah," katanya. Laura juga khawatir, karena anak-anak yang lahir setelah mereka akan mengalami situasi yang lebih buruk lagi.

Selina Bitzer, yang memimpin organisasi Berghäusle, mengatakan anak-anak harus mendapat pendampingan jika mereka merasa khawatir. Tapi tanggung jawab tetap berada di tangan orang dewasa. "Di saat bersamaan saya pikir penting untuk mempersiapkan anak-anak dan remaja untuk menghadapi perubahan iklim, apa yang harus mereka lakukan di masa depan, agar dampaknya tidak terlalu parah."

BdTD | Syrien | Idlib | Abkühlung für Kinder im Flüchtlingscamp
Anak-anak bermain di baskom air di kamp pengungsi Idlib, SuriahFoto: AAREF WATAD/AFP

Anak-anak di Berghäusle menghemat listrik, juga air untuk mandi dan mencuci, serta hanya makan sedikit daging, menghemat penggunaan plastik dan membeli baju "second hand". Luca menunjuk dengan bangga ke sepatunya: "Bagus bukan?" Peserta pertemuan menyambut dengan tepuk tangan, juga saat Luca mengkritik bahwa di Berlin ada lebih banyak tempat parkir daripada tempat bermain bagi anak-anak.

Krisis iklim rugikan kesehatan

Orang-orang yang bermukim di sebelah selatan katulistiwa, yang melepas lebih sedikit emisi gas rumah kaca dibanding negara-negara industri maju, lebih menderita daripada yang di bagian utara Bumi.

Di negara-negara itu, anak-anak dan terutama bayi serta anak kecil lebih terancam kesehatannya akibat suhu tinggi, pancaran sinar ultra violet, debu halus, mikroplatik dan zat kimia dari pembakaran bahan bakar fosil. Itu hasil pengumpulan data oleh Deutsche Allianz Klimawandel und Gesundheit. Dengan pemanasan global, kanker kulit, asma dan alergi juga bertambah. Demikian pula dengan beban psikis dan kekhawatiran akan masa depan.

Sebenarnya ada undang-undang dan kesepakatan internasional untuk melindungi anak-anak. Barbara Schramkowski, profesor bidang pekerjaan sosial pada sekolah tinggi Dualen Hochschule Baden-Württemberg menyebut sebagai contoh antara lain "Keterangan Umum No.26" dalam Konvensi PBB bagi Anak-Anak. Isinya adalah tuntutan agar hak anak-anak dari segi ekologi diperhatikan, juga peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan, juga sudut pandang anak-anak dalam berbagai keputusan menyangkut lingkungan hidup.

Yang terutama bertanggungjawab bagi kesejahteraan anak-anak adalah orang tua mereka. Jika orang tua tidak mampu mengurus anak mereka, maka badan pertolongan anak-anak dan remaja berkewajiban untuk mengadakan kondisi hidup yang baik bagi mereka. Barbara Schramkowski menegaskan, "Itu hanya bisa kita lakukan, jika kita juga memperhatikan perlindungan iklim dan keanekaragaman hayati."

"Krisis iklim adalah krisis hak anak"

Organisasi bantuan bagi anak-anak PBB, UNICEF memperingatkan, 99% dari semua anak di dunia setidaknya menghadapi satu bahaya dan dibebani dampak perubahan iklim, yaitu gelombang suhu tinggi, banjir atau polusi udara.

Di Libya, tahun 2023 ribuan orang antara lain sejumlah besar anak meninggal akibat bencana banjir. Selain itu juga terjadi penyebaran penyakit, pengungsian dan kekurangan pangan. 2021, akibat bencana yang terjadi di kawasan sungai Ahr di Jerman, sejumlah besar anak meninggal. Yang termuda baru berusia empat tahun. "Krisis iklim adalah krisis hak anak-anak," demikian ditekankan Paloma Escudero, Pejabat Khusus UNICEF untuk hak anak-anak dan politik iklim. "Setiap pemerintah negara bertanggungjawab melindungi hak-hak mereka di setiap pelosok dunia."

Anak-anak dan remaja dari Berghäusle di Bayern menyatakan tuntutan dengan berani dalam pertemuan khusus tentang iklim yang diadakan organisasi Caritas di Frankfurt. Dalam demonstrasi Fridays-for-Future mereka menuntut penghentian penggunaan batu bara sebagai bahan bakar dan keadilan. Komisaris Uni Eropa untuk Iklim, Wopke Hoekstra mengatakan di akhir COP28, "Nanti kalau kita semua sudah meninggal, anak-anak kita dan anak-anak merekalah yang menderita akibat apa yang kita tinggalkan, baik yang baik maupun yang buruk". (ml/hp)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW? Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!